GlitterFly.com - Customize and Share your images

video

animasi

Warteg Bingung, Kenapa Harus Kena Pajak?

Suasana warung Tegal atau lebih dikenal dengan istilah warteg di kawasan Jalan DR Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta, Kamis (2/12/2010). Rencananya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan pajak restoran sebesar 10 persen terhadap warteg atau warung makanan lain yang beromzet minimum Rp 60 juta per tahun mulai Januari 2011.

mengaku terkejut ketika membaca surat kabar pagi ini. Dari surat kabar tersebut, dia tahu bahwa tahun depan usaha warung tegal yang sudah dikelolanya selama 20 tahun akan dikenai pajak restoran.

“Kenapa harus kena pajak? Dua puluh tahun ibu dan saya ngurus warteg enggak pernah ada pajak,” ujar Etik sambil melayani pembeli wartegnya di bilangan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jumat (3/12/2010).

Dia merasa heran, mengapa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun depan akan menarik pajak terhadap warteg-warteg yang menurutnya tempat makan wong cilik itu. “Loh kasian dong nanti orang yang beli. Sekarang saja banyak yang cuma beli nasi sama telur sama sayur Rp 5.000,” katanya.

Seperti diberitakan, DPRD DKI Jakarta menyetujui rencana penerapan pajak restoran terhadap segala jenis tata boga di Jakarta sebesar 10 persen.

Penetapan tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak ini berlaku untuk seluruh jenis rumah makan dengan omzet Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan atau sekitar Rp 167.000 per hari.

Apakah warteg Etik masuk dalam warung kena pajak? Ia merahasiakan penghasilannya. “Itu rahasia perusahaan,” katanya.

Yang pasti, dari mengelola warteg, dia dapat membiayai anak tunggalnya hingga lulus SMA. Etik juga berhasil membeli sebuah rumah sederhana, perhiasan, dan mencicil dua buah sepeda motor. “Bisa beli rumah yang harganya di bawah Rp 100 juta,” ungkapnya.

Dia juga dapat membayar upah dua saudaranya dengan Rp 500.000 per bulan serta membayar biaya kontrak bangunan warteg seharga Rp 17 juta per tahun.

Ramai pembeli

Etik bersyukur warungnya ramai pembeli. Setiap pagi sebelum jam kerja, saat jam makan siang, dan makan malam, warteg Etik yang luasnya hanya sekitar 6×4 meter itu dipenuhi para karyawan, mahasiswa, dan para kuli bangunan. Kadang pelanggannya itu hanya membeli nasi atau lauknya saja.

Untuk melayani pembeli, setiap hari, mulai pukul 03.30, Etik sudah mulai memasak, dibantu dua saudaranya. “Kadang jam 04.00 udah ada yang beli. Telur dadar sama nasi harus sudah ada,” tuturnya.

Pada saat saudaranya menjaga dapur, Etik berbelanja di Pasar Mampang. Setiap harinya dia mengeluarkan sekitar Rp 1.000.000 untuk belanja bahan makanan. “Sekarang belanjaan juga udah pada naik. Yang paling mahal itu beras, naiknya hampir Rp 70.000,” ungkapnya.

Kemudian, sekitar pukul 10.00 biasanya Etik selesai memasak. Hanya tinggal melayani pembeli hingga pukul 22.00. “Capeknya itu dia, masaknya yang capek, ngelayanin pembeli, untung ada yang bantu,” ujar wanita asal Cirebon itu.

Meskipun harus banting tulang, Etik yang sudah bercerai dengan suaminya itu merasa bersyukur karena warteg yang dikelolanya itu terbilang ramai pembeli. Selain harga yang ditawarkan cukup murah dibandingkan warteg lain, warung tegal warisan ibunya itu menyediakan lauk-pauk yang cukup variatif. Sekitar 40 jenis lauk disediakan Etik setiap hari.

“Sudah tiga kali pindah lokasi, tapi tetap laku, alhamdulillah,” tambahnya.

 

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!